"Penumpang beus Trans Metro Bandung, sakedap deui dugi ka selter Samsat, mugi siap-siap kanggo nu bade turun... Hatur nuhun...."
Begitulah suara lembut seorang mojang Bandung mengingatkan para penumpang TMB (Trans Metro Bandung). Ini cuma "khayalan" saat kali pertama "PR" mencoba naik bus TMB, beberapa waktu lalu. Jadi, jangan dibayangkan pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan Inggris seperti yang ada di Bus Way di Jakarta itu ada di TMB dalam versi bahasa daerah.
Pembelian tiket TMB seharga Rp 3.000,00 (umum) dan Rp 1.500,00 (pelajar/mahasiswa) untuk sekali jalan itu hanya serupa karcis biasa, bukan tiket yang mirip kartu kredit. Juga tak ada loket khusus untuk penjualan tiket. Hanya ada petugas penjual tiket merangkap pengontrol kedatangan bus dengan menggunakan HT (handy talky). Mulai dari Cibiru sampai Cibeureum (Jln. Elang).
"Akan tetapi, lumayanlah, daripada naik angkot yang suka banyak ngetem," kata Ny. Emy (42), warga Jln. Parabon yang naik TMB dari selter depan Kantor Samsat dan turun di Pasar Induk Caringin.
Hal senada disampaikan Dian (19), seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta. Dia naik di selter Margahayu. "Kebetulan, selter bus TMB tepat di depan kampus," katanya.
Fasilitas bus sumbangan Departemen Perhubungan ini cukup memadai untuk merintis moda angkutan massal bagi masyarakat. Selain dilengkapi AC, dua pintu keluar atau masuk, juga dilengkapi alat pengamanan pintu darurat dan palu untuk memecahkan kaca jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan. Bus TMB juga dilengkapi tempat sampah, tirai, dan sandaran kursi ditutupi kain.
Tempat duduk yang tersedia di bus TMB hanya tujuh belas kursi. Sementara gantungan bagi penumpang yang tak kebagian duduk, di sebelah kiri dan kanan berjumlah 36 buah. Jadi, daya angkut bus TMB maksimal 53 penumpang.
Bus TMB yang mulai dioperasikan sejak pertengahan September lalu itu ternyata mulai banyak diminati penumpang. "Malahan, banyak penumpang yang tak terangkut dan tak sabar menunggu bus berikutnya, mengembalikan lagi tiketnya," kata salah seorang petugas penjual tiket.
Sayangnya, jumlah selter terasa kurang bagi kebutuhan penumpang. (Ahmad Yusuf/"PR")***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar