Jumlah penutur dan masyarakat yang menguasai bahasa Sunda di Jawa Barat cenderung mengalami penurunan hingga dua puluh persen dari satu generasi ke generasi lain.
Survey yang dilakukan Balai Bahasa Bandung beberapa waktu lalu menunjukkan dari 850 responden pasangan suami istri, hanya 754 pasangan yang bisa berbahasa Sunda. Dari pasangan yang bisa berbahasa Sunda tersebut, ternyata hanya lahir 565 anak yang juga bisa berbahasa Sunda.
Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul Khak, kondisi ini tidak menutup kemungkinan terjadinya pergeseran kelestarian bahasa Sunda sebagai bahasa ibu di ranah Pasundan. “Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin bahasa Sunda juga bisa punah seperti beberapa bahasa daerah lain di Papua,” ujarnya dalam pembukaan Seminar Internasional Hari Bahasa Ibu di Gedung Merdeka, Bandung, Jumat (19/2).
Senada dengan Abdul, perwakilan Pusat Bahasa, Yeyen Maryani menuturkan, bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari oleh anak dari sang ibu. Di Indonesia, dengan beragam perbedaan budaya. “Oleh karena itu, kelestarian bahasa daerah di Indonesia sudah pasti bermula dari ibu, khususnya dan orang tua umumnya,” ujarnya.
Yeyen menyebutkan, menurut survei Pusat Bahasa, saat ini ada sekitar 462 bahasa daerah yang berkembang di Indonesia. “Ini belum ditambah beberapa daerah yang belum terdeteksi, saya mendapat informasi bahwa secara keseluruhan bahasa daerah di Indonesia bisa mencapai 746,” ucapnya.
Peran orang tua, menurut Yeyen, sangat kuat dalam pelestarian bahasa daerah. Pasalnya, pemerintah hanya bisa berpegang pada garis kebijakan yang ada, yaitu UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Respon Kurang baik.
Dalam praktiknya, Yeyen mengakui, masih ada beberapa hambatan yang dihadapi pemerintah dalam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah. “Yang paling utama adalah respons pemerintah daerah yang tidak semuanya baik dan kurangnya kerja sama antar instansi terkait, serta belum cukupnya jumlah pakar untuk setiap bahasa daerah yang ada,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Jabar Netty Prasetiyani Heryawan mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah menunjukan keberpihakannya terhadap pelestarian bahasa daerah. “Kita punya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2008. Ini adalah komitmen pemprov untuk pelestarian bahasa Sunda dan beberapa bahasa daerah lain di Wilayah Jabar,” ujarnya.
Kendati demikian, Netty menyadari, perda yang ada tidak akan efektif tanpa bantuan ibu sebagai guru pertama dan utama bagi anak. “Bagaimanapun, ibu adalah orang pertama dan terdekat, sebagai pendidik utama dan teladan bagi anak. Termasuk dalam pengajaran bahasa daerah,” ujarnya.
Menurut Netty, ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang ibu dalam pengajaran bahasa Sunda kepada anak mereka. “Bahasa Sunda harus jadi bahasa utama dalam interaksi dengan anak, mengajarkan Bahasa Sunda lewat kesenian seperti lagu-lagu Sunda agar anak merasa lebih nyaman dan termotivasi, menceritakan kisah-kisah perjuangan pahlawan Sunda, mengajak anak mengunjungi pusat kebudayaan, dan menginteraksikan anak ke dalam paguyuban-paguyuban Sunda,” katanya. (A-178)***
Di kutip : Dari Harian Pikiran Rakyat Sabtu(wage) 20 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar