Setelah lirik lagu mencapai kata “Singaparna”, batu itu diletakan di salah satu tangan kelompok tersebut. Mereka pun menutup telapak tangannya. Orang yang menunduk pun diminta bangkit dan menebak di tangan manakah batu itu berada. Bila tebakannya salah, dia harus menunduk lagi pada permainan berikutnya. Namun, bila tebakannya benar, orang yang memegang batu itulah yang diminta menunduk pada permainan berikutnya.
Selain itu, masih banyak permainan khas Sunda lainnya, seperti ayang-ayang gung, oray-orayan, sasalimpetan, caca gurame, dan prang pring. Namun sayang, saat ini sudah jarang anak-anak Sunda yang memainkan permainan-permainan tersebut. “Mereka kebanyakan main game di komputer. Apalagi, saat ini terdapat juga game online dengan internet, “ujar Winda Rohayani (19), salah seorang anggota Himpunan Mahasiswa Pendidikan Basa jeung Sastra Sunda (Hima Pensatrada) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) saat ditemui di Bandung beberapa waktu lalu.
Hal itu juga dibenarkan Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Budaya Sekolah Pascasarjana UPI Dr. Ruhaliah, M. Hum. Menurut dia, permainan sudah jarang dimainkan, terutama di daerah perkotaan. Mereka lebih senang duduk di depan Play Station atau game komputer. Padahal, kata Ruhaliah, permainan tradisional Sunda memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan permainan moderen. Dengan permainan tradisional, anak dirangsang untuk mengeluarkan ekspresi dan kreativitasnya. “Mereka berteriak, bernyanyi, itu bisa menjadi sarana untuk mengeluarkan unek-unek sehingga bisa melepas stres. Dari situlah kreativitas mereka juga muncul, “ucapnya.
Permainnan yang dilakukan dengan berkelompok pun menumbuhkan rasa sosial anak-anak. Hal itu berbeda dengan permainan modern yang cenderung individualis. Permainan modern yang biasanya dilakukan di dalam ruangan, juga tidak efektif dalam menghilangkan stres pada anak-anak. Menurut Ruhaliah, hal itu bisa berdampak panjang saat anak dewasa. Anak sekarang terus belajar dan sedikit mengeluarkan ekspresinya sehingga otaknya tidak seimbang antara logika dan rasa. Hal itu menyebabkan anak mudah dan stres sampai memicu bunuh diri,” tuturnya. (Tia Komalasari/”PR”)***
1 komentar:
[...] tinggali di Permainan Zaman Dulu Hilangkan Stres [...]
Posting Komentar